KENAPA BERPOLITIK ??? (bagian 2c) Fatwa dan Pendapat Ulama Mengenai Sistem Demokrasi dan Hal-Hal yang terkait dengannya




Syaikh al utsaimin




-->
Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya. Bagi yang belum membaca tulisan sebelumnya, silahkan baca di catatan saya [http://www.facebook.com/messages/?action=read&tid=id.376891442322169#!/kastotosuwardi/notes]atau kastotoblog.blogspot.com.

Adapun pembahasan keseluruhan dari “KENAPA BERPOLITIK ??? (bagian 2)” yaitu

 1. fatwa dari al Lajnah al Da'imah Li al Buhuts al ‘Ilmiyah wa al ifta Saudi Arabia mengenai partai politik dan keputusan musyawarah Majlis Hukum Islam mengenai partisipasi dalam pemilu.
2. fatwa personal dari ulama ahlu assunnah wa al jamaah mengenai parlemen antara lain dari syaikh al Albany, syaikh Ibn Baz, syaikh al Utsaimin dan syaikh al Fauzan
3. pendapat ustadz Dr. Muhammad Muinuddinillah Basri, M.A (pakar syariah & murid syaikh ibn Baz) mengenai sistem demokrasi. Beliau juga sempat melakukan konfirmasi kepada ulama Saudi mengenai fatwa boleh masuknya muslim ke parlemen melalui pemilu seperti yang terjadi di Indonesia.
4. pemilu untuk anggota DPRD yang diselenggarakan oleh kerajaan Arab Saudi pada tahun 2005 sebagai implementasi fatwa ulama Saudi.

Demikian prolog dari penulis. Selamat mengkaji tulisan ini. Semoga bermanfaat.


Hxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxh


-->
3. Fatwa Syekh Muhammad Ibn Shalih Al 'Utsaimin (mufti saudi arabia/penulis “syarh ushul al Tsalatsah”) Tentang Hukum Masuk Ke Dalam Parlemen

Fatwa Pertama

Dalam muhadhoroh beliau yang disadur dalam Liqo’ Al Bab Al Maftuh pada pertemuan ke-211, Syaikh rahimahullah pernah ditanyakan:

Apa hukum Pemilu saat ini di Kuwait? Padahal telah diketahui bahwa mayoritas aktivis Islam dan para da’i yang masuk parlemen nanti akan tertimpa musibah dalam agamanya. Juga –wahai Syaikh-, apa hukum pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Tingkat Daerah (DPRD) yang ada di Kuwait?.


Jawab:
Aku menilai bahwa hukum mengikuti pemilu adalah wajib. Kita wajib memilih caleg yang kita lihat ada tanda-tanda kebaikan pada dirinya. Alasannya, karena apabila orang yang baik-baik tidak terpilih, lalu siapa yang menguasai posisi mereka? Pasti orang-orang yang rusak atau orang-orang polos yang tidak ada pada mereka kebaikan, tidak pula kejelekan, yang condong mengikuti ke mana angin bertiup. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita memilih caleg yang kita anggap sholeh.
Jika ada yang mengatakan: Kita telah memilih satu orang yang sholeh. Akan tetapi kebanyakan anggota DPR bukan orang-orang yang sholeh.
Kami katakan: Tidak mengapa. Satu anggota dewan ini jika Allah berkahi dan menyuarakan kebenaran di DPR tersebut, maka satu anggota dewan ini pasti akan memberikan pengaruh. Namun yang jadi masalah adalah kita kurang tulus pada Allah. Kita hanya mengandalkan hal-hal yang konkret saja. Kita tidak merenungi firman Allah Ta’ala.

Apa komentar anda dengan kejadian yang dialami Nabi Musa ‘alaihis salam ketika Fir’aun membuat janji agar bertarung denga seluruh tukang sihirnya? Akhirnya Nabi Musa pun berjanji akan bertemu pada waktu Dhuha (siang hari, bukan malam) di hari zinah (hari ‘ied, dinamakan demikian karena orang-orang biasa berhias pada hari tersebut). Mereka pun berkumpul di tanah lapang. Seluruh penduduk Mesir akhirnya berkumpul. Lalu Musa berkata kepada mereka (yang artinya), “Celakalah kamu, janganlah kamu mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, maka Dia membinasakan kamu dengan siksa”. Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan.” (QS. Thaha: 61). Hanya dengan satu kalimat, jadilah bom yang dahsyat. Allah Ta’ala melanjutkan firman-Nya (yang artinya), “Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka.” (QS. Thaha: 62). Huruf fa’ (fatanaza’u) dalam ayat ini menunjukkan urutan tanpa ada selang waktu dan menunjukkan sebab. Ketika Musa menyebutkan kalimat tersebut, maka jadilah mereka berbantah-bantahan. Dan jika manusia saling berbantah-bantahan (berselisih), mereka akan menjadi lemah (tidak punya kekuatan). Hal ini sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi lemah.” (QS. Al Anfaal: 46). Dan juga firman-Nya, “Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka dan mereka merahasiakan percakapan (mereka).” (QS. Thaha: 62). Akhirnya, para tukang sihir tadi yang semula adalah musuh Musa, sekarang menjadi teman akrab. Mereka pun tersungkur sujud pada Allah. Mereka pun mengumumkan (yang artinya), “Kami telah beriman kepada Tuhan Harun dan Musa.” (QS. Thaha: 70). Mereka berani mengatakan demikian sedangkan Fir’aun berada di hadapan mereka. Lihatlah hanya dengan satu kalimat kebenaran dari satu orang di hadapan sejumlah orang yang begitu banyak dan dipimpin oleh penguasa yang paling sombong ternyata bisa menimbulkan pengaruh.

Aku katakan: Walaupun dalam parlemen hanya ada sedikit orang baik, nantinya mereka akan bermanfaat. Namun wajib bagi mereka untuk tulus pada Allah.
Adapun pendapat: Tidak boleh masuk dalam parlemen karena tidak boleh bagi kita berserikat dengan orang-orang fasik (yang gemar bermaksiat). Jadi, tidaklah boleh duduk-duduk bersama mereka. Apakah kami katakan: Kami duduk untuk menyetujui pendapat mereka? Jawabannya: Kita duduk dengan mereka, namun kita menjelaskan kebenaran kepada mereka.
Sebagian ulama yang merupakan saudara kami mengatakan: Tidak boleh ikut serta dalam parlemen. Alasannya, karena orang yang istiqomah dalam agamanya duduk dengan orang yang memiliki banyak penyimpangan. Apakah orang yang istiqomah ini duduk untuk ikut menyimpang ataukah dia dapat meluruskan yang bengkok?! Jawabannya: Tentu untuk meluruskan yang bengkok dan memperbaikinya. Jika sekali ini dia gagal untuk meluruskannya, maka nanti dia akan berhasil pada kesempatan kedua.

Penanya bertanya kembali:
Bagaimana dengan pemilu untuk DPRD –wahai Syaikh-?
jawab: Semua jawabannya sama, selamanya. Pilihlah caleg yang dianggap baik. Lalu bertawakallah pada Allah.

(Liqo’ Al Bab Al Maftuh, 211/13, Mawqi’ Asy Syabkah Al Islamiyah-Asy Syamilah)

Diterjemahkan oleh Muhammad Abduh Tuasikal
http://rumaysho.wordpress.com/category/politik-islam

Fatwa Kedua

Soal: Fadhilah Asy Syekh semoga Allah senantiasa menjaga Anda-, tentang masuk ke dalam majelis legislatif padahal negara itu tidak menerapkan syari'at Allah dengan sempurna, bagaimana pandangan Anda tentang masalah ini semoga Allah senantiasa menjaga Anda!

Jawaban: Kami telah pernah menjawab pertanyaan serupa beberapa waktu lalu, yaitu bahwa sudah seharusnya (ada yang) masuk dan turut serta dalam pemerintahan. Dan hendaknya seseorang dengan masuknya ia ke dalam pemerintahan meniatkannya untuk melakukan perbaikan bukan untuk menyetujui setiap keputusan yang dikeluarkan. Dan dalam kondisi seperti ini, bila ia menemukan sesuatu yang menyelisihi syari'at maka ia berusaha menolak / membantahnya. Walaupun pada kali pertama dia tidak banyak orang yang mengikuti dan mendukungnya, maka (ia mencoba terus) untuk kedua kalinya, atau (bila tidak berhasil pada ) bulan pertama, (maka ia mencoba lagi) pada kedua dan ketiga, atau (bila tidak berhasil) pada tahun pertama, (maka ia mencoba lagi) pada tahun kedua maka di masa yang akan datang akan ada pengaruh yang baik.

Namun jika (pemerintahan) itu dibiarkan lalu kesempatan itu diberikan kepada orang-orang yang jauh dari (cita-cita) penerapan syari'at maka ini adalah sebuah kelalaian yang besar yang tidak seharusnya seseorang itu memiliki / melakukannya.

(Fatwa ini dimuat dalam majalah Al Furqan edisi 42-Rabi' Ats Tsani 1414 H/Oktober 1993 M. Adapun terjemahan ini diambil dari buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama'ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).

(Fatwa ini dikumpulkan oleh admin ulwani.tripod.com yang bersumber dari terjemahan tim syariahonline.com) 
Fatwa Ketiga

Pada bulan Oktober 1993 edisi 42, Majalah Al-Furqan Kuwait mewawancarai Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin, seorang ulama besar di Saudi Arabia yang menjadi banyak rujukan umat Islam di berbagai negara. Berikut ini adalah petikan wawancaranya seputar masalah hukum masuk ke dalam parlemen.

Majalah Al-Furqan :. Fadhilatus Syaikh Hafizakumullah, tentang hukum masuk ke dalam majelis niyabah (DPR) padahal negara tersebut tidak menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, apa komentar Anda dalam masalah ini ?

Syaikh Al-Utsaimin : Kami punya jawaban sebelumnya yaitu harus masuk dan bermusyarakah di dalam pemerintahan. Dan seseorang harus meniatkan masuknya itu untuk melakukan ishlah (perbaikan), bukan untuk menyetujui atas semua yang ditetapkan. Dalam hal ini bila dia mendapatkan hal yang bertentangan dengan syariah, harus ditolak. Meskipun penolakannya itu mungkin belum diikuti dan didukung oleh orang banyak pada pertama kali, kedua kali, bulan pertama, kedua, ketiga, tahun pertama atau tahun kedua, namun ke depan pasti akan memiliki pengaruh yang baik. Sedangkan membiarkan kesempatan itu dan meninggalkan kursi itu untuk orang-orang yang jauh dari tahkim syariah merupakan tafrit yang dahsyat. Tidak selayaknya bersikap seperti itu.

Majalah Al-Furqan :. Sekarang ini di Majelis Umah di Kuwait ada Lembaga Amar Maruf Nahi Munkar. Ada yang mendukungnya tapi ada juga yang menolaknya dan hingga kini masih menjadi perdebatan. Apa komentar Anda dalam hal ini, juga peran lembaga ini. Apa taujih Anda bagi mereka yang menolak lembaga ini dan yang mendukungnya ?

Syaikh Al-Utsaimin : Pendapat kami adalah bermohon kepada Allah SWT agar membantu para ikhwan kita di Kuwait kepada apa yang membuat baik dien dan dunia mereka. Tidak diragukan lagi bahwa adanya Lembaga Amar Makmur Nahi Munkar menjadikan simbol atas syariah dan memiliki hikmah dalam muamalah hamba Allah SWT. Jelas bahwa lembaga ini merupakan kebaikan bagi negeri dan rakyat. Semoga Allah SWT menyukseskannya buat ikhwan di Kuwait.

(Fatwa ini dikumpulkan oleh admin ulwani.tripod.com yang bersumber dari terjemahan tim syariahonline.com)

Fatwa Keempat

Pada bulan Zul-Hijjah 1411 H bertepatan dengan bulan Mei 1996 Majalah Al-Furqan melakukan wawancara kembali dengan Syaikh Utsaimin : Majalah Al-Furqan. Apa hukum masuk ke dalam parlemen ?

Syaikh Al-Utsaimin: Saya memandang bahwa masuk ke dalam majelis perwakilan (DPR) itu boleh. Bila seseorang bertujuan untuk mashlahat baik mencegah kejahatan atau memasukkan kebaikan. Sebab semakin banyak orang-orang shalih di dalam lembaga ini, maka akan menjadi lebih dekat kepada keselamatan dan semakin jauh dari bala.

Sedangkan masalah sumpah untuk menghormati undang-undang, maka hendaknya dia bersumpah unutk menghormati undang-undang selama tidak bertentangan dengan syariat. Dan semua amal itu tergantung pada niatnya dimana setiap orang akan mendapat sesuai yang diniatkannya.

Namun tindakan meninggalkan majelis ini buat orang-orang bodoh, fasik dan sekuler adalah perbuatan ghalat (rancu) yang tidak menyelesaikan masalah. Demi Allah, seandainya ada kebaikan untuk meninggalkan majelis ini, pastilah kami akan katakan wajib menjauhinya dan tidak memasukinya. Namun keadaannya adalah sebaliknya. Mungkin saja Allah SWT menjadikan kebaikan yang besar di hadapan seorang anggota parlemen. Dan dia barangkali memang benar-benar mengausai masalah, memahami kondisi masyarakat, hasil-hasil kerjanya, bahkan mungkin dia punya kemampuan yang baik dalam berargumentasi, berdiplomasi dan persuasi, hingga membuat anggota parlemen lainnya tidak berkutik. Dan menghasilkan kebaikan yang banyak.

(lihat majalah Al-Furqan Kuwait Mei 1996 hal. 18-19)

Fatwa ini dikumpulkan oleh admin ulwani.tripod.com yang bersumber dari terjemahan tim syariahonline.com

4. Fatwa Syekh Shalih Al Fauzan  Seputar Menjadi Anggota Parlemen

Soal: Bagaimana hukum menjadi anggota parlemen ?
Jawaban: Apa yang akan terealisasi dengan masuknya ia menjadi anggota parlemen ? Kemashlahatan bagi kaum muslimin ? Bila hal itu berdampak bagi kemashlahatan kaum muslimin dan mengupayakan perubahan terhadap parlemen itu menuju Islam, maka ini adalah perkara yang baik. Setidak-tidaknya mengurangi bahaya / kemudharatan bagi kaum muslimin dan mendapatkan sebagian kemashlahatan jika tidak memungkinkan meraih semua kemashlahatan, walaupun hanya sebagian saja.

Soal: Tapi hal itu terkadang mengharuskan seseorang untuk mengorbankan beberapa hal yang ia yakini ?
Jawaban: Mengorbankan maksudnya melakukan tindakan kufur kepada Allah atau apa ?
(Yang hadir menjawab ) : Mengakuinya.
Jawaban: Tidak, pengakuan ini tidak boleh dilakukan. Yakni ia meninggalkan agamanya dengan alasan untuk berda'wah ke jalan Allah, ini tidak benar. Bila mereka tidak mempersyaratkan ia harus mengakui hal-hal (yang kufur) itu dan ia tetap berada di atas keislamannya, aqidah dan diennya, lalu dengan masuknya ia (dalam parlemen) terdapat kemashlahatan bagi kaum muslimin, dan bila mereka tidak mau menerimanya, ia pun meninggalkan mereka ; apa yang akan ia lakukan ? Memaksa mereka ? Tidak mungkin memaksa mereka. Yusuf 'alaihissalam- masuk ke dalam jajaran kementrian seorang raja di zamannya, lalu apa yang terjadi ? Anda sekalian tahu atau tidak apa yang terjadi pada Nabi Yusuf -'alaihissalam- ? Apa yang dilakukan Yusuf ketika beliau masuk ? Ketika sang raja mengatakan bahwa engkau hari ini telah menjadi orang yang terpercaya dan memiliki posisi kuat dalam pandangan kami, maka beliau mengatakan : "Angkatlah aku sebagai bendaharawan negara, sebab saya adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan." Lalu kemudian beliaupun masuk (ke pemerintahan) hingga akhirnya kekuasaanpun berada di tangan Yusuf 'alaihissalam-. Beliau kemudian menjadi raja Mesir. Salah seorang nabi Allah menjadi raja Mesir.

Maka bila masuknya ia akan mendatangkan hasil yang baik maka ia hendaknya masuk. Namun jika hanya sekedar untuk menerima dan tunduk kepada apa yang mereka inginkan, dan tidak ada kemashlahatan bagi kaum muslimin dengan masuknya ia maka ia tidak dibolehkan untuk menjadi anggota parlemen. Para ulama mengatakan "Mendatangkan mashlahat atau menyempurnakannya", artinya bila mashlahat itu tidak dapat diraih seluruhnya, maka tidak apa-apa walaupun hanya sebagian yang dapat dicapai, dengan syarat tidak menyebabkan terjadinya kemafsadatan yang lebih besar.

(Para ulama) mengatakan bahwa Islam datang untuk meraih kemashlahatan dan menyempurnakanya, serta menolak kemafsadatan dan menguranginya. Artinya bila kemafsadatan itu tidak dapat ditolak seluruhnya, maka setidaknya ia berkurang dan lebih ringan. (Dengan kata lain) menempuh kemudharatan yang paling ringan di antara dua kemudharatan demi mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.

Ini semua bergantung pada maksud dan niatnya serta hasil yang akan dicapai. Dan bila masuknya ia sebagai anggota parlemen hanya karena ketamakan pada kekuasaan dan harta, lalu kemudian mendiamkan (kebatilan) dan menyetujui (kebatilan) yang mereka kerjakan maka ini tidak diperbolehkan. Dan bila masuknya mereka demi kemashlahatan kaum muslmin dan da'wah ke jalan Allah –sehingga semuanya dapat bepangkal pada kebaikan kaum muslimin- maka ini adalah perkara yang harus dilakukan, tentu saja bila tidak mengakibatkan ia harus mengakui kekufuran. Sebab bila demikian maka ini tidak dibolehkan. Tidak dibenarkan mengakui kekufuran walaupun dengan tujuan yang mulia. Seseorang tidak boleh menjadi kafir lalu mengatakan bahwa tujuan saya adalah mulia, saya ingin berda'wah ke jalan Allah ; ini tidak diperbolehkan.

(Fatwa ini berasal dari sebuah kaset yang direkam dari Syekh, lalu dimuat dalam buku Ash Shulhu Khair terbitan Jama'ah Anshar As Sunnah Al Muhammadiyah di Sudan).

(Fatwa ini dikumpulkan oleh admin ulwani.tripod.com yang bersumber dari terjemahan tim syariahonline.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas komentar anda