pemilu di Arab Saudi tahun 2005 |
Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan beberapa
ijma fatwa dan fatwa personal serta pendapat dari pakar syariah mengenai sistem
demokrasi dan hal-hal yang terkait dengannya. Kemudian muncul pertanyaan : apakah
fatwa dan pendapat ulama tersebut hanya sebatas ‘teori yang melangit’ tanpa
implementasi di kehidupan nyata ???
Pada tulisan ini (bagian 2e), penulis
menjawab pertanyaan tersebut dengan sebuah kenyataan riil mengenai
penerapan demokrasi seperti yang dijelaskan para ulama tersebut yaitu pemilu
DPRD di Arab Saudi pada tahun 2005.
Dulu saya beranggapan bahwa para ulama
tersebut ‘buta’ terhadap urusan politik, hanya mengurusi masalah2 aqidah, ritual
ibadah dsb. Setelah membaca beberapa fatwa mereka, ternyata para ulama tersebut
sangat ‘melek’ terhadap politik dan problematika umat kekinian/kontemporer
Demikian prolog dari penulis. Selamat mengkaji
tulisan ini. Semoga bermanfaat.
1. dari situs The Star
situs
http://www.thestar.com/news/world/article/958117--saudi-arabia-to-hold-elections-next-month-after-year-and-a-half-delay
Associated Press
RIYADH, SAUDI ARABIA—Saudi Arabia announced
Tuesday it will hold municipal elections next month after a delay of a year and
a half that had angered rights activists.
In a setback to reform advocates, the voting on
April 23 will not be open to women.
The kingdom held its first municipal elections in
2005, the first elections ever held under the absolute monarchy. The councils
have little power, but many Saudis jumped at the chance for even a small voice
in politics and saw the elections as a sign the conservative kingdom was
ushering in a new era of reform. Half the seats are elected while the rest are
appointed.
The second such elections had been scheduled for
Oct. 31, 2009, but the government delayed them, saying it needed time to expand
the electorate and study the possibility of allowing women to vote. Rights
activists were skeptical of the explanation and called the delay a setback to
their push to open the country’s politics to the people.
In January, a group of Saudi activists launched a
campaign on social networking websites to push the kingdom to allow women to
vote and run in the municipal elections.
But the Ministry of Municipal and Rural affairs,
which is in charge of the elections, said last week that women will not vote
this year because of the kingdom’s social customs.
Saudi Arabia, the birthplace of Islam, follows
deeply conservative social traditions and adheres closely to a strict version
of Islam. Despite attempts by King Abdullah to push through some social
reforms, women still cannot drive and the sexes are segregated in public.
The announcement of a new election date by
electoral commission director Abdul-Rahman al-Dahmash coincided with rumblings
of dissent in Saudi Arabia stemming from the wave of political unrest in the
Arab world. King Abdullah pledged roughly $93 billion in financial support
measures for Saudis in an attempt to quiet the discontent.
TERJEMAH
RIYADH, ARAB SAUDI- Pada selasa Arab Saudi
mengumumkan akan menyelenggarakan pemilihan kotapraja pda bulan depan setelah
tertunda satu tahun setengah yang telah memicu kemaraha aktivis hak asasi.
Pemungutan suara pada tanggal 23 April tidak akan
terbuka untuk perempuan. Para pendukung reformasi menganggap hal tersebut
sebagai sebuah kemunduran
Kerajaan mengadakan pemilihan kotapraja pertama
pada tahun 2005 yang merupaan pemilu pertama yang pernah diselenggarakan di
bawah sistem monarki absolut. Para anggota dewan memiliki kekuasaan sedikit,
tapi banyak orang Saudi memanfaatkan kesempatan tersebut meski untuk sebuah
suara kecil dalam partisipasi politik dan melihat pemilu sebagai tanda bagi kerajaan
konservatif menuju era baru reformasi. Setengah kursi dewan dipilih sedangkan
sisanya diangkat oleh kerajaan.
Pemilihan yang kedua telah dijadwalkan pada
31 Oktober 2009, tetapi pemerintah menunda pelaksanaan dengan alasan
membutuhkan waktu untuk memperluas pemilih dan mengkaji kemungkinan yang
memungkinkan perempuan untuk memilih. Aktivis HAM bersikap skeptis terhadap
penjelasan tersebut dan menganggap penundaan tersebut sebagai kemunduran
untuk mendorong mereka membuka peranan politik kepada rakyat di negara
tersebut.
Pada bulan Januari, sekelompok aktivis Saudi
meluncurkan kampanye di situs-situs jaringan sosial untuk mendorong kerajaan
untuk mengizinkan perempuan untuk memilih dan berperan dalam pemilu kotapraja.
Namun Departemen urusan Perkotaan dan Pedesaan,
yang bertanggung jawab terhadap pemilu, mengatakan pada pekan lalu bahwa
perempuan tidak akan memilih tahun ini karena kebiasaan sosial kerajaan.
Arab Saudi, tempat kelahiran Islam, menjalankan
tradisi sosial yang sangat konservatif dan nilai nilai keislaman secara ketat.
Meski Raja Abdullah berupaya untuk mendorong beberapa reformasi sosial,
perempuan masih dilarang untuk mengemudi dan jenis kelamin dipisahkan di depan
umum.
Pengumuman tanggal pemilu yang baru oleh komisi
pemilihan pimpnan Abdul-Rahman al-Dahmash bertepatan dengan gemuruh perbedaan
pendapat di Arab Saudi yang berasal dari gelombang kerusuhan politik di dunia
Arab. Raja Abdullah menganggarkan sekitar 93 milyar dollar dalam
undang undang yang mendukung keuangan negara bagi kesejahteraan rakyat
Saudi sebagai upaya untuk menenangkan ketidakpuasan.
2. dari situs wikipedia
situs :
http://en.wikipedia.org/wiki/Saudi_Arabia_municipal_elections,_2005
Municipal elections for 178 municipalities were
held in Saudi Arabia between 10 February and 21 April 2005. The first to be
held in the country since the 1960s, the elections were held in three stages:
the first on 10 February around the capital city of Riyadh, the second in the
east and southwest on 3 March, and the third, in the north, on 21 April.
Male citizens over the age of 21 voted for half
of the members of their municipal councils. On 11 October 2004, Prince Nayef
bin Abd al-Aziz, the Saudi Interior Minister, announced to a Kuwaiti newspaper
that women would not be able to run as candidates or vote in the elections:
"I do not think that women's participation is possible." Elections
officials noted logistical concerns, such as the lack of separate women's
voting booths and the fact that many women do not have identification cards, as
well as opposition from conservative religious traditionalists.
Saudi women's rights campaigner Hatoon al-Fassi
felt that authorities giving a practical reason for non-participation of women
rather than a religious reason constituted a success for women's campaigning,
since arguing against practical objections is easier than arguing against
religious objections. Prince Mansour bin Turki bin Abdulaziz Al-Saud expressed
the hope that women would be able to vote in the 2009 elections. In March 2011,
the delayed elections were announced for 23 April 2011
Referensi :
"Saudi Arabia holds
municipal elections", CNN, 10 February 2005. The source covers only the
general fact of the elections.
Ménoret, Pascal,
"The Municipal Elections in Saudi Arabia 2005: First Steps on a Democratic
Path", Arab Reform Initiative, 27 December 2005. This source covers all
facts in the introduction except the exact regional staging parameters. Ménoret
is identified as research fellow, King Faisal Foundation for Research and
Islamic Studies (presumably the King Faisal Foundation's King Faisal Center for
Research and Islamic Studies). Retrieved 2011-09-25.
"Interview Dr. Hatoon
al-Fassi". PBS. 2004-12-10. Archived from the original on 2011-05-29.
Retrieved 2011-05-29.
"Saudi Arabia to hold
elections next month after year and a half delay". The Star/AP.
2011-03-22. Archived from the original on 2011-03-22. Retrieved 2011-03-22.
"Women remain barred from
voting as Saudi Arabia announces elections". The National (Abu
Dhabi)/AP/Bloomberg. 2011-03-23. Archived from the original on 2011-03-22.
Retrieved 2011-03-22.
TERJEMAH
Pemilihan kotapraja untuk 178 kota
diselenggarakan di Arab Saudi antara 10 Februari dan 21 April 2005. Pemilihan
kotapraja tersebut merupakan peristiwa pertama yang diadakan di
negara itu sejak tahun 1960, pemilu diadakan dalam tiga tahap: yang pertama
pada 10 Februari di ibukota Riyadh, yang kedua di wilayah timur dan barat daya
pada 3 Maret, dan yang ketiga di wilayah utara pada 21 April.
Warga laki-laki yang berusia di atas 21berhak
untuk memilih setengah dari anggota dewan kota . Pada tanggal 11 Oktober
2004, Pangeran Nayef bin Abdul Aziz, Menteri Dalam Negeri, mengumumkan pada
sebuah koran Kuwait bahwa perempuan tidak akan dapat dicalonkan sebagai
kandidat atau memilih pada pemilihan umum: "Saya tidak berpikir bahwa
partisipasi perempuan adalah mungkin. " Petugas Pemilu melaporan keadaan
logistic yang mengkhawatirkan, seperti kurangnya bilik suara wanita yang terpisah
dan fakta bahwa banyak perempuan tidak memiliki kartu identitas, serta oposisi
dari kelompok agama tradisionalis konservatif.
Kampanye hak perempuan Saudi Hatoon Al-Fassi
merasa bahwa pihak berwenang memberikan alasan praktis bagi perempuan untuk
tidak berpartisipasi daripada alasan agama sebagai upaya terhadap
keberhasilan kampanye perempuan, karena berdebat melawan keberatan
praktis lebih mudah daripada berdebat melawan keberatan agama. Pangeran Mansour
bin Turki bin Abdulaziz Al-Saud mengungkapkan harapan bahwa perempuan akan
dapat memilih dalam Pemilu 2009. Pada bulan Maret 2011, hasil dari pemilu
yang tertunda diumumkan pada 23 April 2011
Referensi
"Saudi Arabia holds municipal
elections", CNN, 10 February 2005. Sumber tersebut hanya mengungkap fakta
umum dari pemilu di Saudi.
Ménoret, Pascal, "The Municipal Elections in
Saudi Arabia 2005: First Steps on a Democratic Path", Arab Reform
Initiative, 27 Desember 2005. Sumber ini mengungkap semua fakta mengenai
pengantar dalam memahami pemilu Saudi diluar pembahsan mengenai masalah
regional secara detail yang menunjukkan beberapa parameter. Menoret diketahui
sebagai peneliti pada King Faisal Foundation for Research and Islamic Studies. Sumber diterima pada -25/09/2011.
"Wawancara dengan Dr. Hatoon
al-Fassi". PBS. 10/12/2004. diterima pada 29/05/2011-. diterima
kembali pada 29/05/2011-.
"Saudi Arabia to hold elections next
month after year and a half delay". The Star/AP. diterima pada 22/03/2011.
"Women remain barred from voting as
Saudi Arabia announces elections". The National (Abu Dhabi)/AP/Bloomberg.
2011-03-23.diterima pada 22/03/2011.
(insya Allah bersambung )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih atas komentar anda